Beranda | Artikel
Ikatlah Aku…
Rabu, 21 Februari 2018

Bismillah.

Thawus bin Kaisan mengisahkan :

Ketika terjadi fitnah/pemberontakan kepada Utsman bin Affan ada seorang lelaki yang berkata kepada keluarganya, “Ikatlah aku, sesungguhnya aku ini mulai gila.”

Setelah Utsman terbunuh, dia pun berkata, “Lepaskanlah ikatanku. Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkan aku dari kegilaan dan membebaskan aku dari keterlibatan dalam fitnah/pemberontakan terhadap Utsman.”

(lihat Kitab Fadhilatu asy-Syukr lillah oleh al-Khara’ithi, hlm. 46)

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, penggalan kisah singkat ini memberikan banyak pelajaran bagi kita mengenai kaidah-kaidah beragama. Berikut ini sebagian diantaranya :

Pertama; Wajibnya taat kepada ulil amri selama bukan untuk bermaksiat

Bukanlah syarat ulil amri/penguasa muslim yang wajib ditaati itu adalah bersih dari kesalahan, bahkan meskipun mereka zalim dan bertindak aniaya. Hal ini telah ditegaskan oleh para ulama kita, diantaranya oleh Imam Abu Ja’far ath-Thahawi rahimahullah (wafat 321 H).

Imam ath-Thahawi berkata, “Dan kami -ahlus sunnah- tidak memandang bolehnya memberontak kepada para pemimpin kami dan para pemegang urusan-urusan (ulil amri) diantara kami meskipun mereka berbuat aniaya/zalim. Kami tidak mendoakan keburukan bagi mereka, dan kami tidak mencabut kesetiaan dari sikap patuh kepada mereka. Kami memandang ketaatan kepada mereka sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah yang wajib dikerjakan, selama mereka tidak memerintahkan kepada maksiat. Dan kami mendoakan bagi mereka agar diberikan kebaikan dan keselamatan.” (lihat Syarh al-’Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 379)

Inilah keyakinan Ahlus Sunnah yang diselisihi oleh penganut paham Khawarij. Orang-orang Khawarij di masa silam berlepas diri dari pemerintahan Utsman dan Ali dan mereka juga memberontak kepada penguasa dengan dalih penguasa itu telah menyelisihi sunnah/ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (lihat Syarh Lum’ah al-I’tiqad oleh al-Utsaimin, hlm. 162)

Kewajiban taat kepada ulil amri -meskipun zalim- disebabkan dampak kerusakan/kekacauan yang timbul dari pemberontakan jauh lebih besar daripada kezaliman yang dilakukan oleh penguasa itu sendiri. Bahkan dengan bersabar menghadapi kezaliman mereka menjadi sebab terhapuskannya dosa-dosa dan dilipatgandakan pahala. Karena sesungguhnya Allah tidaklah menguasakan mereka atas kita melainkan karena rusaknya amal perbuatan kita sendiri. Oleh sebab itu apabila rakyat menginginkan terbebas dari kezaliman pemimpin yang bertindak aniaya hendaklah mereka juga meninggalkan kezaliman (lihat Syarh al-’Aqidah ath-Thahawiyah, hlm. 381)

Kaum Khawarij sejak dulu hingga sekarang adalah gerombolan orang yang tidak mau mengindahkan kaidah yang agung ini. Pada masa kekhalifahan Utsman tepatnya pada tahun 35 H mereka menyusun kekuatan massa dari berbagai negeri di bawah komando Abdullah bin Sa’ba’ dan bersepakat untuk melakukan unjuk rasa dengan berjalan kaki (long march) untuk menemui/menekan Utsman radhiyallahu’anhu di Madinah kala itu dengan menyamar sebagai jama’ah haji. Mereka memanfaatkan celah kepergian banyak para Sahabat untuk menunaikan ibadah haji di Mekah; tindakan mereka ini (unjuk rasa) mirip dengan apa yang dilakukan oleh sebagian orang di masa kini dengan aksi demonstrasi kepada penguasa dengan kedok amar ma’ruf dan nahi mungkar (lihat Haqiqah al-Khawarij, hlm. 84) 

Kedua; pemberontakan kepada penguasa muslim adalah fitnah/kerusakan

Sesungguhnya cikal-bakal paham Khawarij ini adalah disebabkan celaan dan perendahan terhadap para ulama dan para imam/penguasa kaum muslimin. Seperti ini pula lah awal kemunculan fitnah Khawari di masa Utsman; dimana mereka berusaha untuk mencela dan menjatuhkan kredibilitas beliau, padahal beliau adalah sebaik-baik umat Islam di masa itu, mereka juga tidak mempedulikan pemahaman para sahabat, sampai pada akhirnya kekacauan itu berujung pada pembunuhan Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu (lihat Haqiqah al-Khawarij, hlm. 53-54)

Bahkan, cikal-bakal pengusung paham Khawarij ini telah muncul di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ketika seorang lelaki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sebuah tempat bernama Ji’ranah pada saat beliau sedang membagi-bagikan harta rampasan perang. Lelaki itu berkata dengan nada merendahkan di hadapan khalayak, “Wahai Muhammad, bersikaplah adil.” (HR. Muslim). Sampai-sampai setelah mendengar ucapan orang ini Umar dan Khalid bin Walid pun meminta ijin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk membunuhnya. Akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengijinkan hal itu mempertimbangkan mafsadat/kerusakan yang timbul sesudahnya apabila hal itu dilakukan (lihat Syarh Muslim li an-Nawawi, 4/388)

Adakah Pengusung Paham Khawarij di Masa Kini?

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya :

Apakah ada di masa kini orang-orang yang membawa fikrah/pemikiran Khawarij?

Beliau menjawab :

Aduhai, subhanallah! Inilah yang ada sekarang ini. Bukankah hal itu -terorisme, pent- merupakan perbuatan kaum Khawarij? Yaitu dengan mengkafirkan kaum muslimin, dan yang lebih parah lagi daripada itu adalah dengan membunuhi kaum muslimin dan melakukan tindak pelanggaran terhadap mereka dengan aksi pengeboman. Ini adalah madzhab Khawarij.

Hal itu terdiri dari tiga unsur :

Pertama; mengkafirkan kaum muslimin.

Kedua; keluar/memberontak dari ketaatan kepada ulil amri/pemerintah.

Ketiga; menghalalkan darah kaum muslimin.

Ini adalah madzhab Khawarij. Bahkan, seandainya orang itu hanya meyakini kebenaran perkara/pemahaman ini di dalam hatinya, tidak mengatakan apa-apa dan tidak melakukan sedikit pun -pemberontakan secara fisik, pent- maka dia adalah termasuk penganut paham Khawarij, dalam aqidah dan pemikirannya, walaupun hal itu tidak dia ungkapkan secara eksplisit.

(lihat al-Ijabat al-Muhimmah fil Masyakil al-Mulimmah, hlm. 7) 

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah juga ditanya :

Apabila ada orang yang mengkafirkan para penguasa/pemerintah dan menuntut kepada kaum muslimin untuk melakukan pemberontakan/pembangkangan kepada pemerintah mereka. Apakah orang seperti itu termasuk Khawarij?

Beliau menjawab :

Inilah madzhab Khawarij itu. Yaitu apabila dia berpandangan bolehnya memberontak kepada para penguasa kaum muslimin. Dan yang lebih parah lagi adalah apabila dia juga mengkafirkan mereka -penguasa muslim, pent- maka ini juga termasuk madzhab Khawarij.

(lihat al-Ijabat al-Muhimmah fil Masyakil al-Mulimmah, hlm. 8)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya :

Bolehkah menampakkan aib pemerintah kaum muslimin di hadapan masyarakat dan di depan orang banyak?

Beliau menjawab :

Sudah sering dan berulang-ulang pembicaraan mengenai hal ini. Bahwa tidak boleh hukumnya membicarakan aib pemerintah. Karena hal ini akan memunculkan keburukan dan kekacauan di tengah-tengah masyarakat. Dan hal itu akan menceri-beraikan jama’ah kaum muslimin. Dan mengakibatkan dibencinya para penguasa kaum muslimin pada hati rakyat. Dan juga membuat rakyat dibenci oleh penguasa. Dan hal itu akan menimbulkan perselisihan dan keburukan.

Bahkan terkadang hal itu akan menyeret kepada tindakan pemberontakan kepada pemerintah, terjadinya pertumpahan darah dan berbagai perkara yang tidak terpuji hasilnya. Maka apabila anda memiliki catatan atau kritikan maka sampaikan kepada penguasa secara rahasia; bisa dengan berbicara secara langsung jika anda mampu, atau melalui tulisan/surat, atau dengan mengabarkan kepada orang yang bisa berhubungan dengannya untuk menyampaikan nasihat itu kepada penguasa tersebut. Dan hendaknya nasihat itu diberikan secara rahasia atau sembunyi-sembunyi, bukan secara terang-terangan. Hal ini telah disebutkan di dalam hadits.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin memberikan nasihat kepada seorang penguasa maka janganlah dia tampakkan hal itu secara terang-terangan -di muka umum-. Hendaklah dia mengambil tangannya -menasihatinya secara langsung, pent-. Apabila dia mau mendengar maka itulah yang diharapkan. Apabila tidak maka dia telah menunaikan kewajibannya.” (HR. Ibnu Abi ‘Ashim dan dinyatakan sahih oleh al-Albani). Hal ini telah datang maknanya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(lihat al-Ijabat al-Muhimmah fil Masyakil al-Mulimmah, 1/11)

Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah pernah ditanya :

Apakah sikap kita terhadap orang yang mengkafirkan seluruh pemerintah kaum muslimin pada hari ini secara global dan terperinci? Apakah mereka termasuk pengikut Khawarij? Berikanlah faidah kepada kami, semoga Allah memberkahi anda dan membalas yang lebih baik kepada anda.

Beliau menjawab :

Orang-orang yang mengkafirkan para penguasa kaum muslimin secara umum maka mereka itu termasuk pengikut Khawarij yang paling parah. Karena mereka tidak mengecualikan seorang pun, dan mereka menghukumi terhadap semua pemerintah kaum muslimin sebagai orang-orang yang kafir. Maka tindakan semacam ini lebih parah daripada madzhab Khawarij, karena mereka menyamaratakan kepada semuanya.

(lihat al-Ijabat al-Muhimmah fil Masyakil al-Mulimmah, 1/8)

Demikian sedikit faidah yang bisa disajikan, semoga bermanfaat.

# Penyusun : www.al-mubarok.com


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/ikatlah-aku/